Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

Pages

Free Fire Pointer Blue Cursors at www.totallyfreecursors.com

Senin, 25 Februari 2013

Ungkapan Rasa Cinta Catra dalam Nota kepada Nabila

(Di Balik Layar Unspoken-nya SMA 1 Samarinda, Juara FFP Se-Kaltim)

SUSUNAN kata khas cerita cinta ini secuil narasi film pendek karya siswa SMA 1 Samarinda. Unspoken judulnya. Film 10 menit yang jadi jawara dalam Festival Film Pendek (FFP) Kawa Haq se-Kaltim kategori fiksi pelajar. FFP rangkaian event memeriahkan Festival Kota Raja (FKR), dalam rangka HUT ke-230 Tenggarong, awal bulan ini.
Film karya anak-anak salah satu SMA unggulan Kota Tepian itu dikarang Sheila Medina. Ketertarikan siswi ini pada dunia film, membawa kisah cinta remaja ke layar kaca. Unspoken adalah cerita fiktif. Mengisahkan seorang remaja pria, Catra, yang jatuh cinta pada teman sekolahnya, Nabila. Sayangnya, dia tak berani menunjukkan perasaannya itu. Alhasil, perhatiannya hanya ditunjukkan melalui memo berisi ucapan semangat yang kerap diselipkan pada meja belajar Nabila.
Nabila yang tak tahu, hanya bisa menduga-duga. Ia malah menyangka Ardin, sahabatnya sebagai secret admire-nya. Sampai dia tahu kalau Ardin justru memendam rasa pada adik kelasnya. Catra pun harus mengubur dalam-dalam perasaannya, lantaran Nabila melanjutkan pendidikan ke Australia. Setelah Nabila menyelesaikan studi-nya, keduanya kembali berjumpa, lima tahun kemudian.

Film ini, bukan karangan pertama Sheila Medina, siswi SMA 1. Ditemui tiga hari lalu, gadis yang akrab disapa Ola ini pernah membuat film serupa sebelumnya. Saat itu, dia dan beberapa kawannya mengikuti festival film pendek garapan Bina Nusantara (Binus). Karyanya belum mampu bicara banyak dalam ajang tersebut. Baru pada FFP Kawa Haq Film Fest di Kota Raja, Ola dan rekan meraih prestasi. Bersama Eria Nahrani dan Afiny Siti Azizah sebagai produser dan editor, Ola menggandeng Paradya Catrasatwika, Nabila Ernada, dan M Ardin Yudha Wira. Nama-nama terakhir  memerankan tokoh dalam proyek barunya ini. “Cerita ini fiktif, bukan berdasar kisah nyata,” kata Ola.
Modal Kamera Digital Single Lens Reflex (DSLR), film dibuat selama 10 hari, dengan persiapan sebelum produksi hanya sehari. Meski waktu singkat, Nabila, Catra, dan Ardin, tokoh dalam film ini, tak terlalu kewalahan mempelajari dialog. “Kalau Nabila memang tokohnya sesuai dengan aslinya. Berbeda dengan Catra dan Ardin. Catra yang pendiam di cerita, malah aslinya aktif, sementara Ardin yang banyak bicara, aslinya pendiam,” tutur Ola.

Berakting sesuai dengan kepribadian, tentu tak menyulitkan pemain. Hal inilah yang dialami Nabila ketika memainkan peran dalam film itu. Karakter yang banyak bicara dan aktif dalam film  memang pembawaan asli Nabila. “Memang dasarnya saya suka tertawa jadi enggak susah banget,” ucapnya. Tampil di depan kamera, memerlukan kepercayaan diri ekstra. Untungnya, Nabila memiliki hal tersebut. Apalagi remaja berkulit putih ini memang kerap tampil di depan umum. Ia beberapa mengikuti lomba storytelling, dan telah meraih juara nasional.
Meski begitu, ada saja kesulitan yang ditemui. Karakternya yang suka tertawa, membuatnya kerap kesulitan menahan tawa ketika berakting. Hal yang sama juga dialami Catra. Berakting bersama Nabila, yang notabene sahabatnya sejak SMP, dia kerap janggal ketika beradegan romantis. “Apalagi ketika adegan  bersepeda bersama. Dia badannya berat, sempat oleng,” sebut Catra, lantas menunjuk Nabila dan disambut tawa rekan-rekannya. Catra mengaku kesulitan menghafal dialog. Ini lantaran perannya harus menggunakan bahasa baku. “Karakter saya, sempat mau ditukar dengan Ardin, tapi kata yang lain, wajah saya cocok dengan karakter ini,” katanya.

Siapa sangka, persiapan minim dengan beberapa kendala, malah mengantarkan siswa SMA 1 Samarinda ini meraih gelar tertinggi pada festival film pendek pertama di Kaltim ini. Dari 61 peserta, Unspoken meraih gelar film terbaik kategori pelajar. Selain mendapat sanjungan juri, Unspoken yang juga bisa ditonton di Youtube ini, telah menyedot lebih 400 pasang mata.

Terpilihnya film ini jadi yang terbaik, tentu bukan tanpa pertimbangan. Penilaian juri berdasar pada kekuatan cerita, tokoh, serta pengambilan gambar, dan editing yang baik. Meski tergolong hal baru, ketiga pemeran dalam film ini telah memiliki kedekatan karena bertetangga dan berteman sejak lama. Di luar itu, peran orang-orang di balik layar juga punya andil besar.
Eria Nahrani sang produser mengaku, sudah membuat tiga film. Dua di antaranya adalah kerja sama dengan Ola. Siapa sangka, kemampuannya itu didapatinya dari sekadar iseng. Meski punya berbakat, ia belum berencana terjun ke dunia film yang lebih serius.  Selain Eria, Afiny Siti Azizah punya peran yang tak kalah penting dalam mengantarkan Unspoken jadi film terbaik di ajang itu. Melalui kreasinyalah, film ini terselesaikan.

Menggabungkan scene demi scene, tentu tidak mudah. Diperlukan kesabaran dan ketelitian ekstra. Dengan beberapa referensi dan masukkan tim, Afiny menyelesaikan editing film ini selama sepekan, bersama rekannya, Aulia Distia Chandra. “Di film ini, saya menggunakan iMovie, software editing video untuk pemula,” katanya. (far)

Berikut adalah film Unspoken Tersebut:



0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan jika anda yang ingin komentar, namun tolong gunakan bahasa yang sopan

Kontributor